LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Analisis Puisi Huesca Terjemahan Chairil Anwar dari Karya John Cornford

Puisi Terjemahan Huesca Karya Chairil Anwar

Huesca merupakan judul puisi terjemahan karya Chairil Anwar, sang maestro dalam dunia sastra Indonesia. Puisi yang diterbitkan di majalah Siasat tahun 1948 ini adalah puisi cinta yang menyentuh hati.

Seorang penulis kenamaan Indonesia, Sapardi Djoko Damono (dalam buku Chairil Anwar Kita) menyatakan bahwa sajak Huesca menunjukkan keunggulan Chairil Anwar sebagai penerjemah puisi.

Chairil Anwar menerjemahkan puisi ini dari karya John Cornford yang berjudul "To Margot Heinemann" yang dikenal juga dengan judul "Huesca" dan "Heart of The Heartless World". Huesca adalah nama suatu daerah di Spanyol, sedangkan Margot Heinemann adalah nama kekasih John Cornford.

John Cornford merupakan seorang penyair Inggris yang tewas dalam usia muda (21 tahun) dalam perang sipil di Spanyol. John Cornford tidak meninggalkan banyak karya. Sebuah artikel di Guardian menyebut puisi John Cornford ini sebagai "...one of the 20th century's most moving love poems."

Berikut ini teks puisi Huesca terjemahan oleh Chairil Anwar.

HUESCA

Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku,
Bayangan yang bikin tinjauan beku.

Angin bangkit ketika senja,
Ngingatkan musim gugur akan tiba.
Aku cemas bisa kehilangan kau,
Aku cemas pada kecemasanku.

Di batu penghabisan ke Huesca,
Pagar penghabisan dari kebanggaan kita.
Kenanglah, sayang, dengan mesra
Kau kubayangkan di sisiku ada.

Dan jika untung malang menghamparkan
Aku dalam kuburan dangkal,
Ingatlah sebisamu segala yang baik
Dan cintaku yang kekal.


Catatan tentang Puisi

Teks asli puisi karya John Cornford adalah sebagai berikut:

HUESCA

Heart of the heartless world,
Dear heart, the thought of you
Is the pain at my side,
The shadow that chills my view.

The wind rises in the evening,
Reminds that autumn is near.
I am afraid to lose you,
I am afraid of my fear.

On the last mile to Huesca,
The last fence for our pride,
Think so kindly, dear, that I
Sense you at my side.

And if bad luck should lay my strength
Into the shallow grave,
Remember all the good you can;
Don't forget my love.

Analisis Arti / Makna Puisi Huesca

Untuk memahami puisi ini, perlu dipahami bahwa konteks puisi (puisi dalam bahasa Inggris) adalah dalam suasana peperangan. Demikian pula perlu diketahui bahwa sang kekasih untuk siapa puisi tersebut ditulis adalah seorang aktivis.

Pada puisi, terdapat tiga kata "jiwa" (diterjemahkan dari kata heart). Satu merujuk pada penulis puisi, satu menunjukkan situasi peperangan (dunia yang hilang jiwa/heartless world), satunya lagi merujuk pada sang kekasih (jiwa sayang/dear heart).

Sang penyair teringat pada kekasihnya. Kenangan yang melintas tersebut menjadi derita yang membuat pandangannya menjadi beku (alias tidak bisa berpikir hal lainnya, pandangannya hanya tertuju pada kenangan itu).

Mengapa menjadi derita? Sang penyair merasa akhir kehidupannya mungkin telah datang. Dia dekat ke Huesca, di mana dia bisa mati dalam peperangan (lihat kata "senja" dan "musim gugur" yang mengisyaratkan akhir kehidupan).

Sang penyair juga merasa cemas akan kehilangan sang kekasih. Jika mati, ia tak bisa berjumpa lagi dengan wanita yang dicintainya tersebut. 

Sang penyair juga cemas bahwa kecemasannya tersebut menjadi kenyataan. Artinya, ia cemas bahwa ia benar-benar akan mati di Huesca.

Setelah sampai di dekat Huesca (di batu penghabisan ke Huesca), dia membayangkan kekasihnya berada di sana, menemaninya di saat yang mungkin menjadi akhir kehidupannya.

Mengapa di puisi ditulis "pagar penghabisan dari kebanggaan kita"? 

"Pagar penghabisan" merupakan isyarat bahwa sang penyair mungkin mati dalam pertempuran di Huesca. Kata "kebanggaan kita" merujuk pada perjuangan penyair dan kekasihnya sebagai aktivis yang berjuang untuk isu yang sama (meski sang kekasih tidak ikut berperang). Dengan demikian, "batu penghabisan ke Huesca" akan menjadi penanda terakhir bagi perjuangan dan cita-cita mereka sebagai aktivis dalam melawan kezaliman, yang hal ini dianggap oleh penyair sebagai sebuah kebanggaan.

Sang penyair berharap bahwa jika nanti ia benar-benar mati ("untung malang menghamparkan aku dalam kuburan dangkal"), sang kekasih akan mengenang segala yang baik yang terjadi dalam kehidupan mereka berdua dan juga tentang cinta kekal sang penyair kepada sang kekasih.

Post a Comment

Arsip