LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Analisis Puisi Sebab Dikau Karya Amir Hamzah

Analisis Arti Puisi Sebab Dikau Karya Amir Hamzah

Tentang Puisi Sebab Dikau Karya Amir Hamzah

Puisi Sebab Dikau merupakan karya Amir Hamzah yang terdapat dalam buku Nyanyi Sunyi. Puisi ini termasuk salah satu karyanya yang paling masyhur.

Puisi Sebab Dikau bertemakan kasih tak sampai. Dalam puisi ini juga seakan-akan tersirat pandangan penyair mengenai kehidupan manusia, yaitu bahwa hidup manusia hanya sebagai wayang/ golek (boneka) yang dipertunjukkan oleh Tuhan dalam sebuah lakon kehidupan.

Teks Puisi Sebab Dikau Karya Amir Hamzah

SEBAB DIKAU

Kasihkan hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku

Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar

Maka merupa di datar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa – mesra –

Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang

Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyenang dalang mengarak sajak.

Analisis Arti Puisi Sebab Dikau Karya Amir Hamzah

Puisi ini mengisyaratkan kegetiran cinta, meskipun tidak secara tegas disampaikan dalam puisi.

Ada tiga pihak dalam puisi ini, yaitu aku (penyair), dikau (kekasih), dan dalang (perumpamaan untuk Tuhan).

Pada bait pertama, dijelaskan bahwa sang penyair menjalin hubungan cinta dengan sang kekasih. Kuntum cintanya kepada sang kekasih sudah mekar ("membunga") dan menjadikan hati bahagia ("mewangi sari dalam jantungku").

Pada bait kedua, penyair menyatakan bahwa hidup di dunia adalah seperti lakon (semacam pertunjukan wayang, boneka, dsb.), yang menunjukkan makna bahwa hidup tidaklah ditentukan oleh keinginan manusia itu sendiri. Karena itu, ia menyatakan bahwa "aku pemimpi" (artinya menunjukkan dirinya memiliki keinginan) tetapi juga "penari" (artinya meskipun gerakan penari sepertinya bebas, tetapi sebenarnya berdasarkan sesuatu yang diskenariokan).

Dalam bait ke-3, dijelaskan bahwa pada suatu ketika, terdapat fragmen yang indah dalam lakon kehidupan sang penyair, saat ia merasakan rasa cinta yang dalam ("kalbu rindu turut mengikut") sehingga ia dapat merasakan cinta kepada seorang wanita yang dikasihinya dan seakan-akan cinta mereka menyatu ("dua sukma esa mesra").

Namun hidup tidak ditentukan oleh keinginan manusia. Manusia tidak dapat melawan Kehendak Tuhan. Digambarkan di bait ke-4, bahwa sang aku dan kekasih hanya ibarat boneka/golek yang menjalani kehidupan yang digariskan Tuhan. Dijelaskan pula masa yang penuh dengan cinta dengan sang kekasih hanya sebentar dalam lakon kehidupan sang penyair ("...bertukar pandang // hanya selagu sepanjang dendang").

Pada bait terakhir, penyair menyatakan bahwa manusia ibarat boneka, yang suatu saat akan ditukar dan masuk ke kotak (yaitu artinya suatu saat akan meninggal). Segala lakon dalam kehidupan merupakan kehendak dari Tuhan ("penyenang dalang mengarak sajak").

Post a Comment

Arsip