LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Analisis Puisi Senja Di Pelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar

suasana kapal saat senja di pelabuhan

Puisi Senja di Pelabuhan Kecil adalah salah satu karya terbaik yang pernah diciptakan oleh Chairil Anwar. Puisi ini ditujukan untuk Sri Ajati.

Sri Ajati (atau Sri Ayati) adalah teman wanita Chairil Anwar. Mereka saling mengenal karena sama-sama berkecimpung dalam dunia kesenian.

Puisi Senja di Pelabuhan Kecil menunjukkan rasa suram dan sedih dalam diri penyair, suatu perasaan ketika hendak meninggalkan orang yang dikasihi.

Disebutkan bahwa HB Jassin (tokoh sastra Indonesia) mengatakan bahwa jika kita membaca sajak Senja di Pelabuhan Kecil, maka akan timbul kerawanan di hati, suatu kesedihan yang tidak terucapkan.

Meskipun dalam puisi tersebut seakan-akan ada cinta yang hilang, sebenarnya Chairil Anwar sama sekali tidak pernah menyatakan rasa cinta kepada Sri Ayati. Mungkin ada semacam kekaguman atau rasa cinta yang terpendam dalam diri Chairil Anwar yang tidak tersampaikan kepada Sri Ayati. 

Teks Puisi Senja di Pelabuhan Kecil 

Berikut ini adalalh teks puisi Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar.

Teks Puisi Senja Di Pelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar

SENJA DI PELABUHAN KECIL
                          buat Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(1946)

Analisis Arti Puisi Senja di Pelabuhan Kecil

Saat itu, sang penyair tidak sedang mencari cinta. Dalam perasaannya yang sedang gelisah dan bimbang, ia menyendiri di sebuah pelabuhan yang kecil, di mana terdapat gudang, rumah tua, tiang, serta tali temali.

Suasana sepi. Sunyi. Kapal dan perahu diam dan berlabuh, tidak melaut. Dalam situasi itu, terbersit dalam hati penyair keinginan dan harapan untuk dapat berpaut (terikat) dengan kekasih hatinya.

Saat itu senja. Gerimis membuat langit semakin kelam. Kelepak elang menjadikan hari semakin muram. Desir hari semakin menjauh. Sepi, seakan-akan tanah dan air hilang ombak.

Dia berjalan sendirian menyusuri semenanjung. Pengap harapan dalam dada. Semakin mencekik. Dia terus berjalan. Semakin jauh berjalan, sambil menimbang perasaan dalam dirinya. 

Tak terasa dia sudah berada di ujung pelabuhan, di pantai keempat, dan dia mengambil keputusan untuk berpisah, tidak lagi mengharap untuk dapat bersama. Dia menangis tersedu, hingga sedu penghabisan ia mengucapkan selamat jalan dalam hati kepada gadis yang dicintainya.

Post a Comment

Arsip